Sabtu, 27 September 2008

Ada Apa Yaa? (bagian I)

Ada apa ya, jika anak berbakat memperoleh nilai yang jelek. Pasti salah gurunya yang kagak bisa ngajar, wong anak berbakat kok nilainya jelek? Itu satu statement. Pernyataan yang lain mungkin akan menyalahkan anaknya. Yah anaknya aja yang kagak bisa menyesuaikan diri, wong berbakat kok mendapat nilai jelek. Mungkin malas dia, atau lagi hang waktu ulangan. Yahh, sebenarnya ada apa jika anak berbakat mendapat nilai jelek?

Ada banyak kemungkinan. Masalah adaptasi, permasalahan pribadi, kondisi kelas, kagak cocok ama guru, masalah keluarga, dan masih ada banyak kemungkinan yang lain. mari kita kupas satu persatu.
Adaptasi.
Bagaimana adaptasi bisa menjadi faktor penentu keberhasilan anak. Jamak kita dengar bahwa seseorang yang gagal beradaptasi akan mengalami kegagalan pula. Mereka yang lambat beradaptasi juga akan mengalami kelambanan pula dalam berprestasi. Dalam hal apa mesti beradaptasi? Pertama-tama mengenai culture. Budaya setempat di mana anak itu tinggal memiliki pengaruh yang besar. Pertama-tama bukan budaya baru, misalnya anak Papua pindah ke Malang, atau dari Kalimantan pindah ke Malang. Pertama-tama bukan itu. perpindahan dari rumah menuju tempat kost, perpindahan dari serba dipantau dan dibantu oleh orangtua menajdi hidup sendiri, adalah perubahan budaya.
Seorang anak yang biasanya selalu dibackup orangtuanya akan mengalami 'kekagetan-kekagetan' sosial. Dia yang biasanya nyaman-aman-tentram mesti memasuki hutan rimba raya yang serba mengerikan. Dia yang biasanya makan pagi selalu sudah tersedia, sekarang harus mengupayakan sendiri. Dia yang selalu disiapkan baju seragamnya, sekarang harus menyiapkan sendiri. Ini sebagian kecil dari proses adaptasi.
Apakah hanya itu proses adaptasi yang mesti dilalui? Tidak!
Mereka yang masih tertatih-tatih di rumahnya yang baru, mesti harus sudah melaju di dalam kelas. Sistem belajar yang baru, tugas-tugas yang dulu tidak pernah dialami, kawan-kawan yang baru, dan banyak lagi yang baru, semuanya serba baru, yang membuat anak-anak menajdi jengah. hah, kok gini ya? hah, kok gitu ya? dan hah-hah yang lain.
Maka tidak heran jika setelah tiga bulan, mereka masih mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Dari 16 mata pelajaran mereka mendapatkan 10 angka merah. Tentu bukan kabar yang menggembirakan bagi orang tua mendapati anaknya sebagai kolektor nilai merah. tetapi itu belum cukup menjadi alasan guna memarahi anak-anak. Ada banyak hal yang mesti diperhatikan. Masalah adaptisi menjadi hal pertama yang harus diperhatikan.
bersambung.....

Tidak ada komentar: